Selamat Datang

Selamat Datang

Daun Muda

Daun Muda
Masih ABG

Menurut Anda Menarikkah Blogger ini

09 November 2007

Jilbab yang Ternoda

Jilbab yang Ternoda
Kisah yang aku ceritakan ini adalah kisah nyata, pada awalnya aku takut menceritakannya, namun karena aku tahu, di sini aku diperbolehkan memakai nama samaran, maka akupun berani mencoba menceritakan segala pengalamanku. Aku tahu, cerita pengakuanku ini akan melibatkan banyak orang, terutama yang menjadi “korban” ku, apalagi jika mereka kebetulan ada yang membaca cerita ini.
Kisah ini aku alami 5 tahun yang lalu. Saat itu aku masih seorang mahasiswa D3 di sebuah perguruan tinggi negri terkemuka di kota Bandung. Aku saat itu, kurang memiliki banyak teman wanita, karena memang aku tidak terlalu pede jika berada di dekat wanita. Teman-temanku kebanyakan laki-laki, kami selalu melakukan semua kegiatan bersama-sama. Dari belajar bersama sampai makan-makan.
Lama kelamaan akupun memiliki beberapa kenalan teman wanita yang juga teman sekelasku. Diantaranya yang bernama Rinda. Rinda dan juga teman-teman wanita ku sebagian besar memakai jilbab, dan mereka rata-rata anak pengurus masjid kampus. Awalnya, Rinda dan aku tidak terlalu dekat, biasa saja. Justru aku lebih dekat dengan teman-temannya. Hal ini dikarenakan, perawakan Rinda yang biasa-biasa saja. Karena selalu memakai baju gamis jilbab, maka bentuk tubuhnya pun tidak terlalu kelihatan. Namun semakin hari, aku semakin tahu bagaimana karakter Rinda, mulailah kita berdua menjadi akrab, namun tetap, aku tidak naksir dia.
Sampai suatu hari aku main ke rumah kontrakannya, di rumah itu Rinda hanya tinggal berdua dengan kakaknya, Fifi, Teh Fifi pun memakai jilbab. Nampaknya keluarga Rinda sangat soleh sekali. Rinda, walaupun memakai jilbab dan cenderung sering berbicara mengenai agama, tidak terlalu fanatis, Ia masih suka mendengarkan musik2 pop yang lagi tren saat itu. Itulah yang membuat aku bisa merasa nyaman dekat dia, karena sebenarnya aku termasuk orang yang kurang dalam ilmu agama.
Semakin hari semakin sering menghabiskan waktu berdua, anehnya yang muncul dibenakku bukanlah rasa cinta atau suka, seperti yang biasa terjadi di cerita cinta- cerita cinta pada umumnya, namun rasa ingin mencium bibirnya dan menghirup aroma pipinya yang aku lihat dari dekat, jarang sekali Ia menggunakan make-up. Kulit wajahnya tidak terlalu halus, kuning langsat dan sedikit berminyak. Namun aku sering mencium sedikit aroma keringatnya saat ia mendekatkan wajahnya atau tubuhnya atau saat melewatiku. Nampaknya Rinda tidak menyadari bahwa aku semakin memiliki motif menyentuh bagian-bagian tubuhnya yang tertutup dengan jilbabnya.
Setiap habis pulang dari rumahnya, aku selalu merenung di kamar dan melamun bagaimana rasanya mencium bibirnya dan menghirup aroma kulit pipinya. Bagaimana bentuk tubuhnya; Bagaimana rambutnya jika jilbabnya dilepas. Semuanya itu menjadi angan-angan yang ujung-ujungnya membuat aku berhasrat, sampai aku melakukan onani sendiri di kamar. Kuambil minyak bayi yang ada di atas meja belajar, lalu aku membuka celanaku, duduk dikursi sambil mengocok-ngocok penisku. Perlahan sambil membayangkan Rinda ada diselangkanganku sambil mengulum penisku. Tentunya aku dibantu oleh media, yaitu vcd porno. Terus terang, habis aku ‘keluar’ karena membayangkan Rinda, ada rasa deg-degan merasa berdosa, namun entah kenapa aku selalu terus lakukan. Aku sadar, kalo aku tidak punya foto Rinda.
Demi mendapat foto Rinda, aku teringat ada foto kelas yang baru saja jadi, lalu aku sibuk mencari-cari di mana aku letakkan foto itu. Ketemu! Ada rinda disitu, lalu aku pergi ke warnet untuk men-scan foto tersebut. Setelah disimpan di disket (waktu itu belum ada Flash disk), aku pulang dan kubuka di kamar. Dengan menggunakan software Adobe Photoshop, aku rekayasa foto Rinda, yang wajahnya aku taruh di foto telanjang perempuan asia lainnya. Jadilah foto telanjang Rinda, dengan jilbab yg masih dikenakan di kepala, namun dada ke bawah telanjang.
Begitu melihat hasil foto tersebut sontak aku jadi ingin onani lagi, kuambil minyak bayi-ku dan aku onani di kamar. (bahkan saat aku menulis cerita inipun, penisku mulai berdeyut tegang). Sejak saat itu, aku mulai ingin terus ketemu Rinda, dengan berbagai cara. Bahkan saat aku main lagi ke rumahnya, aku diam-diam mencuri kaosnya yg digantung di kamarnya, saat Rinda lagi cuci piring, ku sembunyikan di tas, dan kujadikan media onani di kamar kosku. Aku membayangkan meraba-raba tetek Rinda. “Akkhh.. ndaaa…” Setelah itu aku cipratkan spermaku saat klimaks onani ke kaos Rinda tersebut. Hal itu kuulangi sampai kaos Rinda menguning akibat spermaku yang mengering.
Suatu hari, saat aku main ke rumah Rinda, syukurlah hujan lebat, saat itu aku pura-pura mau berteduh di rumah Rinda sampai hujan berhenti. Saat itu di rumahnya hanya kami berdua, kakanya, Teh Fifi sedang kuliah. Lalu aku pura-pura ngantuk dan ketiduran di karpet ruang tamunya. Aku lakukan ini karena aku tahu tadinya Rinda mau mandi, karena ia sudah mengalungi handuk (Rinda tetap mengenakan jilbab meskipun di rumah). Benar, Rinda yang masih mengira aku tidur, masuk ke kamar mandi. Pintu kamar mandi Rinda sebenarnya agak sulit untuk diintip, namun aku mencoba mengintip dari lubang kuncinya (tipe kuncinya masih tipe lama), aku geser besi kunci yang tergantung dari dalam dengan lidi, sedikit saja, aku lalu bisa melihat ke dalam kamar mandi. Ya Tuhan, aku liat puting susu Rinda, kulit tubuhnya lebih putih dari wajahnya, mungkin karena selalu tertutup jilbab.
Aku deg-degan sekali saat mengintipnya mandi. Karena tidak tahan, aku segera pergi ke kamarnya, aku cari-cari benda yang bisa aku ‘semprotkan’ spermaku yang hendak keluar dari penisku ini. Lalu aku melihat mug/gelas milik Rinda, ku buka dalamnya ternyata teh manis yang baru saja dibuat Rinda untuk Rinda minum. Lalu aku onani dan menumpahkan spermaku ke dalam teh manis Rinda itu, entah apa pikiranku saat itu, namun aku ingin sekali Rinda menelan spermaku. “oooh…. Ndaaa”. Setelah masuk ke gelas, aku baru sadar, warna sperma dan teh sangat berbeda, teh Rinda jadinya seperti berbusa sedikit, aku aduk-aduk saja. Lalu aku tutup lagi mug/gelas itu dengan tutup gelas. Deg-degan sekali aku jika Rinda sadar saat meminum teh manisnya.
Aku dengar Rinda selesai mandi, ia ternyata sudah berpakaian di dalam kamar mandi (termasuk sudah memakai jilbabnya). “Hey, Ki, udah bangun… bentar ya” Ia menyapaku dan masuk ke kamar. Hari itu, aku pulang sehabis hujan reda. Aku deg-degan, duh bagaimana jika rinda sadar rasa teh-nya ada yg aneh. Tapi bodo amatlah.
Besok-besoknya ternyata Rinda bersikap seperti biasa, nampaknya ia tidak menyadari. Apakah ia tidak meminum tehnya itu? Atau jangan2 kakanya yang minum, toh siapapun yg minum, biar kakaknya aku juga oke2 aja. Ini yg menjadi cikal bakal aku juga jadi punya niatan untuk membayangkan kakaknya menjadi salah satu dari fantasi onaniku.
Sampai suatu hari aku dengar Rinda kecelakaan, Ia ditabrak motor hingga pingsan, mendengar kabar ini, aku dan Saiful (temanku juga) pergi ke rumah Rinda hari itu juga. Di rumah Rinda, Cuma ada Rina (temanku sekaligus sahabat Rinda dr kecil) yang menjaga Rinda yang terbaring pingsan di kamar. Pipinya lecet dan banyak obat mereh di tangannya. Tubuhnya lemas, dan keringatan. Melihat ini, Ya Tuhan, aku sama sekali tidak empati, justru melihat Rinda lemas dan keringatan, aku jadi ingin mencium bau keringatnya dan menjilat wajahnya dan bibirnya. Apalagi ia tetap dalam mengenakan jilbabnya. Ingin kuraba dadanya yg basah oleh keringat, ah, penisku mengeras! Tiba-tiba, cobaan dari Tuhan semakin menjadi kenyataan, Rina meminta tolong Saiful untuk pergi ke wartel untuk memberitahukan ke orang tua Rinda di Bekasi soal ini sekaligus pergi menebus resep dokter, aku pun dengan wajah munafik berpura-pura menjaga Rinda selama pergi. Tampaknya Rina dan Saiful yakin denganku, karena selama ini di mata mereka aku selalu menjadi teman yang baik, dewasa dan terpercaya.
Setelah kepergian Rina dan Saiful, aku mulai mengunci pintu, dan mulai mendekati wajahku ke wajah Rinda, uummmph ternyata bau keringatnya tidak begitu wangi, tapi bikin aku jadi nafsu. Aku coba panggil-panggil nama Rinda,dan menggoyang sedikit mencoba mengetes apakah Rinda benar-benar masih pingsan. Setelah aku yakin, maka ku dekati bibirku ke wajah Rinda, lalu aku cium bibirnya, aku buka sedikit bibirnya pakai jariku, untuk kumasukkan lidahku, aku jilat-jilat seluruh wajah Rinda. Termasuk lubang telinga dan hidungnya. Aku raba teteknya, ternyata tidak begitu besar, dan empuk sekali. Penisku tegang sekali, sakit sekali rasanya dan mulai berminyak. Aku deg-degan luar biasa, maka aku buka celanaku, aku ingin onani di wajah Rinda, dan ingin menumpahkan spermaku di mulut Rinda. Namun ternya jadi lebih jauh dari itu, aku menyingkap gamis Rinda yang seperti rok, membuka celananya, aku liat celana dalamnya, vaginanya berbulu lebat sekali, dan baunya,… umph… pengap sekali rasanya, namun aku tidak perduli, celana dalamnya tidak aku buka, aku hanya menyingkap celana dalam Rinda sedikit agar aku bisa melihat vaginanya yang sangat tertutup dengan bulu kemaluan. Entah apa yang merasuki ku, aku dengan deg-degan luarbiasa, memasukkan penis ke vagina Rinda, susah sekali ternyata. “Eghhh.. ayo, nda” sambil aku bergumam. Aku ingin cepat-cepat selesai, takut ketahuan Rina dan Syaiful soalnya.
Akhirnya aku berhasil, kukangkangkan kaki Rinda, aku masukkan penisku, “aduh..ssh” sempit sekali yah ternyata, susah untuk di tarik ulur (keluar masukkan), walau tidak banyak bergerak, tidak sampai 30 detik spermaku langsung keluar, hangat dan banyak, aku banjiri vagina Rinda yang belum juga siuman dengan sperma hangatku. Deg2an sekali hatiku, apalagi aku kaget ternyata, penisku berdarah, namun setelah aku cermati, darah itu mengalir dari vagina Rinda, aku langsung ambil lap basah di dapur (masih dalam keadaan tidak bercelana) dan mengelap vagina Rinda dan selangkangannya. Aku pakaikan lagi celana Rinda seperti semula. Jujur, kakiku lemas sekali, hatiku deg-degan, dan nafasku tersengal-sengal. Rasanya bercampur antara takut dan senang. Herannya, setelah aku mengeluarkan spermaku di dalam vagina Rinda, Rinda jadi tidak menarik lagi buatku. Aku jadi merasa Ia sangat tidak menarik, dan bau keringatnya yang tadi sangat merangsangku, sekarang jadi sangat tidak mengenakkan.
Rina dan Saiful datang, mereka tidak curiga sama sekali. Dua bulan kejadian itu berlalu, Rinda hamil, awalnya Ia menutupi, karena aku tahu Ia bingung kenapa ia bisa hamil dan bahkan ia tidak percaya, karena ia merasa tidak pernah berhubungan seks. Apalagi ia berjilbab. Saat itupun tidak ada seorangpun yg curiga denganku, termasuk Rinda. Aku hanya tinggal memasang wajah innocent. Rina temannyalah yang akhirnya menceritakan hal tsb kepada teman-teman dekatku, semua teman-teman di kampus kaget, Rinda tidak lagi masuk kampus sejak hari itu, Ia stress. Saat ini aku tidak tahu lagi bagaimana nasib Rinda. Apakah Ia melahirkan anak yang dikandungnya itu atau tidak. Ya, anak itu, anakku. Satu sisi aku masih merasa bersalah sampai detik ini, namun disisi lain aku tidak lagi memikirkannya. Rinda, seorang muslimah berjilbab yang layak untuk digagahi.
end.

24 Oktober 2007

Pengalaman Pertama Dioral



Perkenankan saya untuk memperkenalkan diri terlebih dahulu, saya Eko sekarang usia 38 tahun. Saya ingin menceritakan pengalaman pertama dengan wanita yang usianya lebih tua. Hal ini menarik untuk diungkapkan karena saya menganggap bahwa peristiwa tersebut yang membuat saya sangat menyukai bercumbu dengan wanita yang usianya lebih tua walaupun dengan wanita yang usianya lebih muda juga saya dapat menikmatinya.

Mbak Ami, seorang wanita yang pada saat itu usianya sekitar 19 tahun, yang memperkenalkan saya bagaimana mengenal organ wanita berikut dengan cara pengolahannya sehingga mendapatkan kepuasan.

Pengalaman ini dimulai ketika Mbak Ami menginap untuk beberapa hari di rumah saya karena dia akan mengikuti ujian masuk pada sebuah Akademi Perawat di kota Yogya. Mbak Ami berasal dari kota Cilacap dan teman dari sepupu saya. Karena tidak ada saudara di Yogya maka oleh sepupu saya diminta untuk menginap di rumah.

Pada hari-hari pertama keberadaan Mbak Ami di rumah, saya merasa canggung untuk berinteraksi dengannya. Hanya sekali-sekali saya berbicara dengan Mbak Ami. Setelah beberapa hari, baru saya merasa mulai ada kedekatan karena saya sering ngobrol dengan Mbak Ami. Hubungan saya dengan Mbak Ami menjadi semakin dekat dimana diawali pada saat saya disuruh oleh orang tua untuk membeli makan malam dan saya mulai berani untuk mengajak Mbak Ami pergi bersama karena saya menganggap dia lebih tahu menu makanan untuk makan malam. Dengan menggunakan vespa butut, kami berboncengan dan sepanjang perjalanan kami bercerita berbagai hal. Selama perjalanan beberapa kali saya merasakan buah dada Mbak Ami menyentuh punggung saya dan saya yang pada saat itu masih berusia 16 tahun benar-benar menikmati sentuhan yang tidak sengaja itu.

Sampai pada suatu saat, kedua orang tua saya harus pergi keluar kota untuk beberapa hari dan meminta saya untuk menjaga rumah. Mbak Ami sendiri diminta oleh orang tua saya untuk menemani dan dikarenakan masih menunggu hasil test saringan masuk Akademi Perawat maka Mbak Ami menyetujui untuk menemani saya. Sehingga hanya berdua saja di rumah yaitu Mbak Ami dan saya.

Oh, iya saya belum mendeskripsikan sosok tubuh dari Mbak Ami.

Mbak Ami memiliki postur tubuh yang baik dimana tinggi 160 cm dengan berat badan kira-kira 50 kg. Rambut hitam lebat sebahu dengan hidung yang bangir serta matanya yang bagus (apalagi kalau sedang melirik.., seksi sekali). Mbak Ami selalu menggunakan celana jeans dengan ukuran 28 dan memakai Bra ukuran 34 C (itupun saya tahu setelah tanya dengan Mbak Ami).

Setelah makan malam, seperti biasa saya menonton acara televisi sedangkan Mbak Ami baru bergabung setelah selesai membereskan meja makan.

"Ko.. Acaranya bagus nggak?" tanya Mbak Ami.

"Lagi acara lagu-lagu" balas saya.

"Mau ikutan nonton ini atau mau cari acara yang lain?" saya bertanya balik kepada Mbak Ami.

"Sudah.. Biar ini aja" sahut Mbak Ami sambil duduk disamping saya.

Karena agak membungkukkan badannya, saya sempat mencuri pandang ke arah dada Mbak Ami yang pada saat itu memakai daster dengan belahan dada agak rendah. Kemudian kami menonton bersama sambil duduk berdampingan dan saya sekali-sekali mencoba untuk melihat ke bagian dada, siapa tahu saya bisa melihat lebih jelas isi bagian atasdari balik daster Mbak Ami.

Sambil menonton TV, kamipun bercerita dan dengan perasaan ragu, saya coba untuk menggenggam tangan Mbak Ami dan ternyata tidak ada penolakan bahkan Mbak Ami kemudian menyandarkan kepalanya ke bahu saya. Terus terang pada saat itu, saya merasa kaget karena apa yang saya terima ternyata jauh dari dugaan saya.

Dengan keyakinan penuh, saya tarik kepalanya dan saya mulai cium bibirnya. Mbak Ami membalas ciuman saya dan bibir kamipun saling mengecup, untuk beberapa menit berciuman dilanjutkan dengan saling bertautnya lidah kami. Sambil berciuman dan saling menggigit, tangan sayapun mencoba untuk menyusup ke balik dasternya.., meraba dan meremas-remas buah dadanya. Kemudian ciuman saya alihkan dari bibir turun ke dadanya dan ooh.. Putingnya sudah mengeras dan terus saya isap putingnya bergantian yang kiri dan kanan. Mbak Ami pun tidak mau ketinggalan, tangannya telah meraih penis saya yang sudah mengeras.. Dan mengusapnya dari luar.

"Ko.. Buka celananya, Mbak pingin pegang penis kamu", pinta Mbak Ami.

Dengan terpaksa, saya berhenti mengisap puting Mbak Ami dan berdiri untuk melepaskan celana. Begitu terlepas, Mbak Ami langsung menggengam dan mengocok penis saya..

"Ach.. Mbak enak sekali.. Terus Mbak" sambil tangan saya mulai meremas buah dadanya kembali.

"Ach.. Oh.." Saya terus melenguh, begitupun dengan Mbak Ami..

Aksi saling menggemam dan meremas berlangsung kira-kira 20 menitan dan saya mencoba untuk membuka celana dalam Mbak Ami.

"Mbak.. Saya buka ya.. " pinta saya. Mbak Ami hanya mengangguk dan sayapun menurunkan celana dalamnya, Mbak Ami membantu dengan mengangkat pinggulnya agar celana dalamnya mudah dilepaskan. Begitu terlepas, terlihatlah vagina dengan rambutnya yang tidak terlalu lebat.

Tangan sayapun langsung mengelus bagian luar vaginanya dan Mbak Ami pun melebarkan kedua pahanya sehingga tangan saya lebih leluasa mengusap-usap bagian luarnya.

"Ko.. Kamu jilatin yach", kata Mbak Ami sambil menarik turun kepalaku ke selangkangannya.

Saya bingung, "Mbak, saya belum pernah" kata saya.

"Sudah nggak apa-apa, enak khok.., coba dech", sahut Mbak Ami sabil merubah posisi badannya sehingga kami dalam posisi 69.

Saya pun menurut dan mulai menjilati.. Asin rasanya.. Tetapi saya menikmatinya dan terus menjilat, kadang-kadang menggigit ringan bibir vaginanya. Selain menjilati dan menggigit, lidah saya juga saya masukkan ke dalam lubang vaginanya.

"Ach.. Terus Ko.., terus.." begitu Mbak Ami mendesah..

Sayapun terus melakukan aktivitas itu dan Mbak Ami semakin semangat mengocok dan meremas penis saya. Karena hal ini baru bagi saya, maka setelah beberapa menit, penis saya mulai berkedut..,

"Mbak.. sudah mau keluar nich", kata saya dan Mbak Ami semakin kencang mengocoknya dan sayapun semakin cepat menjilati vagina Mbak Ami.. Dan.. "Ach.. Oh.. Mbak, mau keluar nich", saya mengerang nikmat dan tanpa menghentikan kocokannya, Mbak Ami langsung mengulum dan menyedot penis saya dan.. Keluarlah air mani saya, Mbak Ami juga sempat menelan sedikit (katanya). Kemudian Mbak Ami mengambil celana dalamnya dalam me-lap penis saya sampai habis sisa-sisa air mani saya.

Setelah kejadian malam itu, kamipun melakukannya sekali lagi di kamar Mbak Ami karena saya tidak bisa tidur dan selalau terbayang apa yang baru diajarkan oleh Mbak Ami.

"Mbak, saya nggak bisa tidur, inget terus yang tadi tuch", kata saya kepada Mbak Ami.

"Sini Ko.. Tidur sebelah Mbak aja, kata Mbak Ami sambil menggeser badannya agar saya bisa tidur di sebelah Mbak Ami.

Sayapun tiduran disampingnya dan langsung kami berciuman lagi. Seperti sudah paham apa yang kami mau, tangan saya dan Mbak Ami langsung menuju kesasaran utama dan dalam waktu singkat kami sudah sama-sama bugil.

"Mbak, saya ingin nyoba masukkin" kata saya.

"Saya masih perawan lho", jawab Mbak Ami sambil terus meremas dan mengocok penis saya.

Karena saya sudah benar-benar terangsang, saya terus mengusap dan mencoba untuk memasukkan penis saya ke vaginannya. Setelah beberapa kali saya mencoba untuk memasukkan penis saya ke lubang vagina Mbak Ami, ternyata sulit juga.

"Ich.. Susah banget, khok meleset terus" kata saya kepada Mbak Ami.

"Khan Mbak sudah bilang, kalau aku masih perawan", kata Mbak Ami

"Selama ini paling hanya jarinya pacar Mbak aja yang masuk kesitu, dia nggak mau kalau penisnya dimasukin" kata Mbak Ami lagi.

Karena penasaran dan sayapun belum pernah melakukan hal itu, maka saya coba lagi untuk memasukkan penis saya ke lubang vagina Mbak Ami. Pada akhirnya, kepala penis saya berhasil masuk tetapi kemudian sambil meringis Mbak Ami kemudian bilang,

"Ko.. Sakit sekali".

"Kamu yakin mau masukin penisnya" kata Mbak Ami lagi..

"Ntar kalau keluar maninya di dalam gimana?" lanjut Mbak Ami melemparkan pertanyaan kepada saya.

Jadi dengan terpaksa saya hentikan sementara aktivias sedang saya lakukan dengan posisi kepala penis saya yang sudah masuk. Kemudian saya jadi berpikir lagi dan karena memang belum berpengalaman dalam hal ini hati saya jadi ciut juga. Saya berpikir jangan-jangan malah nanti Mbak Ami jadi hamil.

Akhirnya saya tarik lagi penis saya dan..

"Dijilatin aja yach.., nggak usah dimasukin.. " kata Mbak Ami lagi,

Akhirnya saya hanya menjilati sambil memasukkan jari saya ke dalam lubang vaginanya Mbak Ami.

Och.. Och.. Mbak Ami mendesah terus sebagai tanda Mbak Ami menikmati jari saya yang masuk ke lubang vaginanya. Setelah beberapa menit saya mengolah vaginanya, Mbak Ami melenguh panjang dengan mengangkat sedikit pinggulnya dan ke dua paha nya menjepit kepala saya kemudian dalam hitungan beberapa detik mulut serta muka saya sudah kebanjiran oleh cairan yang keluar dari vagina Mbak Ami.

"Ko.. Enak sekalii.. Och.. ", demikian Mbak Ami melenguh dan sayapun kemudian terus menjilati cairan yang ada disekitar vagina Mbak Ami.

"Enak Ko", tanya Mbak Ami.

"He.. Eh", jawab saya sambil melap muka dengan menggunakan baju daster Mbak Ami.

"Tapi penisku khok nggak diapa-apain sich sama Mbak", kata saya kepada Mbak Ami.

"Ich.. Protes.. Mau ya, tapi besok ajalah sekarang kita tidur dulu, aku capek dan sudah malam", sahut Mbak Ami.

"Lagian khan Bapak sama Ibumu besok belum pulang, jadi besok kita bisa terusin", lanjut Mbak Ami.

Selesai itu, sayapun tertidur karena rasa lelah yang sangat disamping Mbak Ami dan keesokan harinya kami melakukan beberapa kali lagi oral seks yang kami lakukan di kamar, kamar mandi sambil mandi bersama, dapur dan berbagai tempat di dalam rumah karena kami hanya berdua di rumah.

Setelah kedua orang tua saya kembali, kami sempat juga melakukan oral seks pada malam hari baik dikamar saya ataupun di kamarnya Mbak Ami dan baru berakhir ketika Mbak Ami harus masuk asrama karena test masuk akademi perawatnya diterima. Sampai dengan saat ini saya tidak mengetahui keberadaan Mbak Ami padahal saya ingin sekali bertemu dengannya untuk mengulang hal itu dan mungkin dapat berlanjut sampai kepada persetubuhan yang belum pernah kesampaian untuk menghapus rasa penasaran saya.

*****

Demikian, pengalaman pertama saya dalam mengenal organ wanita yang selalu menjadi sasaran kaum pria.

E N D


Kisahku dengan Mbak Dewi



Saya adalah seorang pegawai swasta yang bergerak dalam bidang komputer. Beberapa minggu yang lalu saya ditelpon melalui HP untuk memperbaiki komputer pada salah satu pelanggan yang belum saya kenal yang jelas suaranya seorang wanita, saya perkirakan berumur 25 tahunan karena suaranya sangat manja dan dewasa.

Pada waktu yang ditentukan saya datangi, rumahnya tak terlalu luas tapi cukup apik penataan taman, saya pencet bel, yang keluar seorang wanita setengah tua dengan penampilan yang mempesona, dengan kulit bersih tanpa make up dan bibirnya yang sensual hingga membuat buyar konsentrasi. Setelah beberapa saat menunggu di ruang tamu saya dipersilakan masuk ke ruang kerja, dimana komputer tersebut berada. Beberapa waktu berselang selesai pekerjaan saya, sebelum pamit saya menyuruh mencoba komputer tersebut apa sudah baik atau masih ada yang tertinggal.

Berawal dari coba mencoba akhirnya saya jadi akrab untuk berbincang-bincang dengan wanita setengah baya, yang mengaku bernama Dewi (nama samaran). Yang ternyata seorang istri yang selalu ditinggal oleh suaminya yang gila kerja. Waktu suaminya hanya tersita oleh pekerjaan, memang soal materi selalu diberikan dengan sangat cukup tapi soal batin yang tak pernah terpikirkan oleh suaminya terhadap istrinya, saya pikir hal ini persoalan klise belaka, tetapi dampaknya sangat berarti bagi kehidupan berumah tangga.

Tak terasa waktu berjalan terus seiring dengan konsultasi Dewi terhadap saya tentang persoalan rumah tangganya, katanya saya dapat berbicara seperti konsultan rumah tangga, hal ini memang saya akui suatu kelebihan saya bila menghadapi wanita yang sedang dirundung musibah, tapi bukan sebagai kedok untuk berbuat yang tidak-tidak.

Setelah selesai saya pamit dan memberikan No. HP saya dengan pesan bila terjadi sesuatu dan memerlukan saya hubungi saya.
Beberapa hari kemudian saya ditelpon untuk bertemu disuatu tempat yang menurut saya sebagai tempat yang sangat romantis bagi dua insan yang sedang kasmaran namanya (ada aja).
"Mas, saya sangat berterima kasih atas konsultasinya waktu lalu", ujar Dewi dengan mata yang sendu dan bibir tergetar halus.
"Saya hanya orang biasa yang hanya dapat berbicara untuk mencari jalan keluar", jawab saya sebisanya karena dengan tatapan matanya saya dapat merasakan getaran birahi yang sangat besar.
"Saya ingin Mas temani saya untuk berbagi rasa dengan perasaan Mas yang sebenarnya"
Wah mati aku, akhirnya saya bimbing kedalam tempat yang nyaman dan privacy. Bagaikan seorang kekasih saya berkasi-kasihan diatas sebuah ranjang empuk dan berudara nyaman.

Saya lumat bibirnya dengan penuh perasaan dan saya genggam kedua telapak tangannya sehingga kami merasakan kebersamaan yang bergelora. Lidahnya terus bergoyang didalam rongga mulut seirama dengan alunan musik bossas. Lama kami ber ciuman mesra, kurengkuh lehernya dengan jilatan halus yang merindingkan bulu kuduknya, Dewi melenguh.
"Mas terus Mas jangan kecewakan saya" sebentar-bentar tangannya bergreliya ke dada dan selangkangan saya, tak tinggal diam dengan gaya yang meyakinkan saya kecup putingnya dengan sedotan-sedotan kecil dan gigitan mesra, bibir saya meluncur kebawah menuju pusar, saya mainkan lidah saya dibundaran pusarnya wah wangi farfumnya menyentuh birahi saya. Tangannya merengkuh alat vital saya yang sudah tegang, Dewi kaget, mass kok besar sekali, saya bisikan, jangan takut pasti muat. Memang Dewi belum dikaruniai anak, jadi masih seperti perawan, apalagi punya suaminya tak terlalu besar.

Saya jilat permukaan vaginanya, Dewi bergelinjang menarik pantatnya hingga menjauhi bibir saya, saya terperanjat, kenapa?
"Mas,  saya belum pernah seperti itu, maaf yah", saya hanya tersenyum dan meneruskan permainan bibir kebagian betis dan seluruh paha.
Beberapa waktu berselang tangannya mendekap kepala saya dengan sangat kencang seolah-olah tak mau dilepaskan, sesak napas saya. saya tau Dewi sudah klimaks tapi dalam dalam benak saya ini baru permulaan. Setelah dekapannya melemah saya baringkan celentang, terhamparlah padang rumput dan pegunungan yang indah seindah tubuhnya tanpa sehelai benangpun. Dengan gaya konpensional saya mulai melaksanakan tugas saya sebagai seorang lelaki, saya selipkan punya saya disela-sela bibir kemaluannya hingga ambles kepalanya, Dewi menjerit kecil.
"Mass, tahan Mass ngiluu Mas punya mas terlalu besar".

Memang saya sadar dan tak langsung main tancap, saya tarik dan tekan secara perlahan-lahan, setelah vaginanya teradaptasi Dewi berubah dengan gaya yang agresip ditekan pantatnya ke atas hingga punya saya ambles semua, saya imbangi dengan gerak-gerakan yang atraktif, saya balikkan tubuhnya, saya dibawah dan Dewi di atas dengan demikian Dewi lebih leluasa untuk mengekspresikan birahinya yang selama ini tertahan. Benar adanya dengan gerakan yang dahsyat Dewi bergerak naik turun sambil berdesis-desis hingga saya bingung membedakan antara desisan bibir bawah dengan bibir atas. Beberapa saat kemudian Dewi mengejan dan menegang sambil menggigit dada saya, setelah itu saya tak mau kehilangan momen saya lakukan penyerangan dengan gaya profesional atas, bawah, depan, belakan, kiri dan kanan, hanya satu yang tak mau saya paksakan yaitu mengoral punya saya, karna saya tau Dewi nanti stress, saya pikir bila nanti pada satnya tiba mungkin bukan batangnya yang dilumat tapi sekalian bijinya dan sangkarnya.
"Dewii....... saya mau sampai nihh. saya keluarin dimanaa?"
"Mas di luar saja dulu yah".

Dengan secepat kilat saya tarik kemaluan saya dan saya keluarkan di dadanya hingga beberapa semprotan protein meleleh diantara dua bukit dan sedikit terciprat ke dagu. Setelah semprotan terakhir keluar, matanya terbuka dan tangannya menggenggam kemaluan saya, tanpa saya sadari dikulumnya kemaluan saya, hingga saya terperajat dan tak yakin, yah mungkin inilah yang dinamakan puncak dari birahi kaum hawa yang sudah mencapai batas ambang sehingga tak berlaku lagi rasa malu, jijik, dan kotor yang ada hanya nafsu dan nafsu.

Tanpa istirahat kemaluan saya bangun kembali sehingga menegang sampai kuluman mulut Dewi terasa sempit dan rongga mulutnyapun membesar. Gerakan maju mundur mengakibatkan saya bergelinjang kekanan dan kekiri sambil sesekali mencengram rambutnya yang terurai lepas. Konsentrasiku hampir terganggu dengan gerakannya yang cepat hampir klimaks saya dibuatnya, tapi sebelum itu saya lepaskan untuk mengurangi ketegangan saya, saya balik menyerang dengan jari jemari menari-nari diseputar liang vaginanya dan sesekali menggesekkan ke area G-Spot wanitanya sehingga Dewi merancau tak karuan, tangannya menarik sprei hingga terlepas dari sangkutannya. semakin lama semakin dahsyat pergolakan birahi saya dan Dewi, saya rasakan aliran cairan hanggat membasahi jari saya dan tak mau ketinggalan moment yang indah ini saya balikan tubuhnya sehingga tengkurap dan saya tekan dengan kemaluan saya dari arah belakang, Dewi meringis.
"Mas pelan-pelan, ngilu"

Saya atur irama sehingga lama kelamaan menjadi asyik dan Dewipun melakukan gerakan yang membuatnya bertambah assyik dan masyukk. Dadaku bergetar ketika hasrat itu akan mencapai puncak, ku tarik kemaluanku dan kusemprotkan ke atas punggungnya dangan kedua tangan ku mencengram kedua bongkah pantatnya yang masih kencang untuk ukuran Dewi. Dan lubang anusnya masih bersih tak ada tanda-tanda bekas gesekan atau luka atau penyakit wasir, nafsu saya melihatnya tapi hasrat itu saya pendam, mungkin (dalam benak saya) lain waktu Dewi meminta untuk di setubuhi anusnya karena memang bila nafsu sudah datang birahipun memuncak yang pada akhirnya dunia terasa sangat-sangat indah melayang-layang dan sukar diutarakan yang ada hanya dirasakan. Pikiran ngeres saya ternyata terbaca oleh Dewi, dengan sedikit mesra tangannya menarik kepalaku dan membisikan sesuatu.
"Mas, coba dong masukin dari belakang, Dewi ingin coba sekali aja tapi pelan-pelan yah".

Antara sadar dan tak sadar saya anggukan kepala tanda setuju. Karena badan saya sangat lelah saya istirahat sebentar dan membersikan sisa-sisa mani yang menempel pada kaki dan perut. Saya minum beberapa teguk minuman yang dihidangkan dikamar tamu, setelah rilek saya kembali kekamar, ternyata Dewi masih tergolek diatas tempat tidur dalam posisi tengkurap, wah inilah yang dinamakan lubang surga, terletak hanya kurang lebih tujuh centimeter antara lubang vagina dengan lubang anus. Saya berfikir mana yang lebih sempit, wah yang pasti lubang anus yang lebih sempit, tanpa basa-basi saya mainkan jari saya dengan sedikit ludah untuk pelicin kesekitar permukaan anusnya, Dewi terbangun dan merasakan adanya sesuatu yang lain dari pada yang lain, dan jariku terus menusuk nusuk lubang anusnya, saya tidak merasa jijik karena memang anus Dewi bersih dan terawat.

Dengan hati-hati saya masukkan kejantanan saya kedalam anusnya, susah sekali masukinnya karena memang punya saya besar dibagian kepalanya sedang Dewi anusnya masih sangat rapat, saya nggak abis akan saya ludahin agar licin, lama-lama kepala kemaluan saya masuk kedalam anusnya, Dewi menjerit kecil, saya tahan beberapa saat kemudia dengan rileks saya tekan setengah dan tarik kembali, begitu terus-enerus sehingga Dewi merasakan sensasi yang luar biasa.
"Mas kok enak sih, lain gitu dengan melalui vagina".
Saya pun waktu itu baru merasakan lubang anus tuh seperti itu, menyedot dan hangat, hampir-hampir saya tidak kontrol untuk cepat-cepat keluar, dengan tarik nafas secara perlahan saya bisa kendalikan emosi saya sehingga permainan berjalan dengan waktu yang panjang, Dewi meringis dan bola matanya sebentar-bentar putih semua menandakan birahi yang sangat dahsyat.

Kemaluan saya semakin tegang dan berdenyut tanpa memberi tahu kepada Dewi saya semprotkan mani saya kedalam liang anusnya, Dewi kaget dan mengejan sehingga kemaluan saya seakan-akan disedot oleh jetpump kekuatan besar. saya tergeletak diatas punggungnya sambil memeluk perutnya yang indah, walaupun ada sedikir kerutan, karena memabg umur tidak bisa dikelabui, saya dan Dewi tertidur sejenak seakan melayang-layang di dunia lain. Kami bersetubuh dengan kemesraan hingga dua jam setengah sebanyak tiga ronde dipihak saya.

Saya lihat tatapan matanya mengandung kepuasan yang sangat dahsyat begitu pula saya sehingga membuat motivasi saya untuk bersetubuh dengan wanita-wanita setengah baya yang memang membutuhkan siraman biologis, karena wanita setengah baya secara teori sedang dalam puncak-puncaknya mengidamkan kepuasan birahi yang tinggi, istilahnya sedang mengalami fase puber kedua, apalagi bila sang suami tak memberikannya. Saya memang lebih menyukai wanita setengah baya dari pada ABG, karena wanita setengah baya mempunyai naluri kewanitaan yang besar sehingga dalam bersetubuh dapat saling memberikan respon yang sangat artistik bila dilakukan dengan mesra.

Setelah kami mandi kamipun bergegas untuk kembali pada tugas masing-masing, dari akhir pembicaraan saya dengannya, saya dipesankan agar merahasiakan hubungan ini, setelah itu saya diselipkan sehelai cek untuk konsultasi katanya. tanpa kwitansi dan tanda terima seperti biasanya bila terjadi transaksi. Sebenarnya saya tak tega mengambil cek tersebut, karena apa yang saya lakukan dengannya adalah sama-sama iklas sehingga hubungan menjadi sangat sangat sangat asyik masyuk, tapi saya pikir uang buat Dewi nggak masalah karena memang untuk biaya pengeluaran lebih kecil dari pada yang diterima dari suaminya, selain itu saya juga sedang memerlukan biaya untuk memperbaiki kendaraan saya yang secara kebetulan pada waktu itu sedang mengalami perbaikan mesin.

*****


Kejutan Untuk Kekasihku


==================

Sejak Aku mulai mengenal betapa indahnya dan bahagianya kalau bisa memuaskan birahi kekasihku (Dimas), maka Aku jadi mulai kasih dia "hand jobs" secara rutin. Pertama-tama sih Aku cuman nemenin Dimas meng hand job dirinya sendiri, dan Aku "bantu" dengan pamer payudara aja. Abis gimana dong, Aku kan dulu masih takut-takut. Tapi lama-lama Aku jadi kepengin nyoba ikut memegang "joystick"nya. Eh akhirnya jadi keterusan, hehehe. Hampir tiap Dimas main ke tempat Aku, atau Aku main ke tempat Dimas, pasti ada acara nyelinap ke kamar tidur, kunci pintu, dan acara hand job dimulai.

Si Mbok kayaknya sih udah tau kalau Dimas sering ke kamar Aku, tapi Aku sama Mbok kan udah CS-an jadi asik aja deeh..:) Yang penting jangan sampe Mama sama Papa tahu. Kalau enggak bisa gawat. Nah, ada suatu hari yang sangat berkesan banget buat Aku, soalnya ada kejadian yang seru tapi serem juga kalau diulang lagi. Jadi ceritanya begini: Dimas ama Aku lagi duduk-duduk mesraan di ruang tamu, pas sore-sore jam 7. Aku pikir hari itu acaranya bakal rutin. Biasanya abis duduk-duduk mesraan sambil bikin PR (gini-gini kalau lagi mesraan pun pelajaran Aku gak lupa lho), abis itu baru deh urusan "hand job" dimulai.

Kebetulan Papa ama Mama lagi gak di Jakarta, lagi keluar kota. Aku udah seneng aja. Horee!! Mumpung Papa ama Mama lagi gak ada, jadi acara hand-job bisa semalam suntuk! Yea! Eh gak tahunya, mendadak ada suara.
"Ting Tong", bel rumah Aku bunyi. Mbok Yem buru-buru pergi ke depan buat buka pintu.
"Eh, Bu Wida. Den Tanti.. ada Bu Wida nih!"
Mati aku, pikir Aku pas saat itu. Bu Wida itu Tante Wida, saudara Mama. Dia tinggalnya di Bandung, tapi sering main ke Jakarta. Nah, kalau dia dateng ke rumah sore-sore gini, ujung-ujungnya pasti nginep deh. Besok baru pulang, grr.. Ganggu acara Aku ajahh.

"Ya..gak pa-pa lah Tan.." kata Dimas sambil menghela napas.
Kalau udah gini justru Aku yang jadi blingsatan, soalnya terus terang aja, Aku seneng banget ngasi Dimas hand-job. Kalau kesempatan ber hand-job ria jadi ilang, Aku bakal BT banget. Gak tahu kenapa, kayaknya ada rasa puass.. yang gimana gitu kalau bisa bikin Dimas puas juga, hehehe. mungkin udah kodrat cewek sejati kali ya, lebih senang memberi daripada diberi kepuasan. Tapi kalau mau dikasi gak nolak lho, hehehe, yang penting nikah dulu yang bener!

Ngak terasa waktu berlalu. Ya, udah jam 9an malem. Udah dua jam kita bikin PR. PRnya selesai lho, padahal pas bikin sambil grayang-grayangan, hehehehe. Eh, posisi Aku pas bikin PR asik banget deh. Jadi kita berdua duduk di lantai, sedangkan bukunya ditaruh di meja tamu, yang gak terlalu tinggi. Aku duduk bersila, tangan Aku di meja megang bolpen dan buku. Dimas duduk di belakang Aku sambil meluk, dan sekali-sekali nyium-nyiumin tengkuknya Aku, ngeraba payudara Aku, dan kadang-kadang Aku juga nengok ke belakang dan ciuman sama Dimas. And hebatnya, itu dilakukan sambil bikin PR lho. Dimas selain rajin nggrayangin Aku ternyata juga rajin ngajarin Aku pelajaran sekolahan. Asik ya! Udah. PR selesai. Aku nyender ke belakang deh, ke pelukannya Dimas. Kayaknya Dimas jadi "on" deh, soalnya dia mulai nyelinepin tangannya ke balik Tshirt Aku, terus mulai "mijetin" payudara Aku sambil nyium-nyiumin tengkukku. Aduh Aku demen bangen deh yang model kayak gini. Jadi makin "on" juga deh.

Mendadak sebuah ide gila muncul di benakku. Aku gak tahu kenapa bisa muncul. Pokoknya tau-tau "ting!" muncul. Kayak di film kartun, di atas kepada Aku ada "lampu" yang "nyala", hehehe.
"Dimas, Aku kedalem bentar ya," kataku.
Dimas mengangguk. Aku buru-buru berdiri, ngerapihin baju, terus masuk ke dalam. Aku ngelihat ke living room, ketemu Tante Wida lagi nonton TV. Aku berjalan ke kamar, lali membuka lemari, pilih-pilih baju.. Ah ketemu! Daster biru tua polos yang leher bajunya rendaah banget. Kalau Aku gak pakai bra, payudara Aku gampang banget diintip lewat leher baju itu, Perfect.

Aku kembali ke depan, nemuin Dimas, dengan memakai daster biru tua tadi, sambil bawa botol Coca Cola ukuran jumbo dan gelas dua biji.
"Lah Tan, Coca Cola buat apaan? Kan kamu malem-malem gak boleh minum dingin-dingin dan soda-soda katanya," tanya Dimas.
"Udah deh, Mas santai aja. Ini surprise Aku yang kedua buat mas," jawab Aku.
Aku ambil tangan Dimas, terus Aku gandeng sambil Aku jalan ke sofa. Sambil duduk aku gak ngomong apa-apa, cuman megangin tangan Dimas sambil memberikan tatapan "rahasia" ke wajahnya. Dimas langsung ngerti, bahwa itu berarti Aku lagi pengen mesraan dengannya.
"Tan, Tante kamu gimana?" tanya Dimas sambil ngedeketin wajahnya ke Aku.
"Ya.. gimana ya?"
Sambil celingukan ke arah pintu yang menuju ke ruang tengah, Aku meluk leher Dimas terus nge kiss duluan, Dimas jadi gelagepan. Aku sekarang kalau kissing udah mulai "jago", soalnya udah banyak latihan sih. Kita berdua kissing, lembuut deh. Aku suka bingung sama orang-orang yang kalau kissing main lidah. Kan ribet banget. Aku lebih suka kissing pakai bibir, yang lembut tapi lamaa. Kayaknya lebih romantis. Aku biasanya merem kalau di kiss. Tapi Aku ngerasa Dimas malam ini agak lain. Akhirnya Aku buka mata, terus Aku liat mata Dimas juga ngelirik-ngelirik ke pintu ruang tengah. Hehehe. Rupanya Dimas masih mikirin Tante juga, takut kalau-kalau dia iseng-iseng ke ruang tamu.
"Udah dong mas, tenang aja," kata Aku.
"Loh kok tenang. Nanti kalau Tante ke sini gimana?"
Aku gak jawab. Aku pegang tengkuk Dimas, terus narik wajahnya ke deket dada Aku. Pelan-pelan Aku turunin leher baju Aku, trus Aku bilang,
"Dimas, kiss dong."

Dimas segera melakukan yang Aku minta. Enak lho, kayaknya ada rasa gimana gitu. Enaknya gak cuma di bagian payudara aja, tapi ke seluruh badan. Kayaknya rasa geli-geli enak dan merinding itu nyebar sampai ke tulang punggung dan ubun-ubun gitu. Aku gak tau deh, apa semua perempuan merasakan seperti ini? Apa jangan-jangan Aku doang?
"Dimas.." kata Aku..
"Jangan kuatir soal Tante.."
"Kok gitu?"
"Aku sengaja pake daster ini, jadi kalau Dimas mau grayang-grayang and kissing-kissing payudara Aku kan gampang, tinggal tarik dikit, beres. Kalau Tante mendadak kesini, kan tinggal belagak gak ngapa-ngapain aja."
"Pinter juga kamu."
"Trus, untuk urusan hand-job,"
Aku mengambil bantal sofa ruang tamu, terus Aku taruh di pangkuannya. Bantal itu lumayan besar sehingga bisa menutupi hampir seluruh bagian bawah tubuhnya kalau dia lagi duduk, mulai dari bawah puser sampai lutut. Terus, pelan-pelan Aku raba bagian depan celananya, sambil Aku soen pipinya, dan Aku bisikin..
"Mas gak keberatan kan kalau hand-jobnya di bawah bantal ini? Jadi kalau Tante iseng-iseng ke depan, kan Aku bisa buru-buru tarik tangan."
"Lah, taunya kalau Tante mau ke depan gimana?"
"Ya kan langkah kakinya kedengeran. Atau bisa juga begini." Aku bangkit sebentar trus nutup pintu ruang tengah.
"Nah, gitu Mas. Pintu ini kan berat, jadi kalau Tante buka pintu pasti ada suaranya, dan gak bisa langsung kebuka. Jadi ada warningnya gitu."

Dimas akhirnya tersenyum, dan memeluk Aku. Pelukannya erat tapi tidak membuat Aku sesak napas. Aku bisa merasakan jantung Dimas (dan jantung Aku juga) berdetak agak lebih kencang. Aku bisa merasakan napas Dimas agak memburu. Dan Aku bisa merasakan kecupan-kecupan dan belaian lidah Dimas di leher Aku, turun ke dada Aku, ke payudara Aku, Uhh.. enaknya. Aku merasa hanyut dalam cumbuannya. Aku merem deh, biar bisa meresapi keindahan ini. Gak terasa Aku melenguh pelan. Dimas berbisik di telingaku.
"Jangan keras-keras say, nanti Tante denger lho."
Aku juga nyadar sih, kalau mesraan curi-curi kayak begini memang rada kurang enak yah. Aku merasakan bahwa Dimas sebenarnya kurang bisa menikmati 100% saat-saat bemesraan ini karena dia takut ama Tante Wida. Yah, gimana dong ya, biar Dimas bisa enjoy? Pelan-pelan Aku tarik retsleting Dimas dari bawah bantal. Uh, kok belum "keras" sih? Kayaknya butuh something extra nih. Aku tarik lagi leher daster Aku, terus Aku "tawarin" payudaraku ke depan muka Dimas, sambil "punya"nya Dimas aku usap-usap dari luar underwearnya. Kontan aja "tawaran" Aku diterima.

Dimas dengan mesra mengecup, membelai dan mengulum ujung-ujung payudara Aku. Wuih, rasanya enaak deh. Lama-lama Aku ngerasa bahwa "punya" nya Dimas udah keras, dan udah bisa di hand-job. Aku tarik underwear Dimas ke bawah dikit, biar Aku bisa leluasa menggenggam "punya"nya Dimas. Posisi Aku pas banget deh. Kita duduk berdampingan di sofa, Aku di kanan Dimas di kiri. Tangan kiri Aku ngerangkul leher Dimas, Dimas mencumbui payudara Aku, tangan kanan Aku di "punya"nya Dimas. Aku merasa bahwa napas Dimas makin lama makin memburu, dan dia mulai memejamkan matanya.

Bagus deh, berarti Dimas udah mulai enjoy. Berarti "pekerjaan tangan" Aku bisa diteruskan dengan lebih serious. Tapi demi menjaga keamanan, kayaknya Aku musti cek Tante dulu nih.
"Dimas, bentaar aja, aku mau check Tante dulu ya. Nanti kita terusin, OK?" tanyaku pada Dimas.
Dimas merengut sebentar, tapi terus senyum lagi dan mengangguk. Hihihi, Aku soen pipi Dimas terus jalan deh nyari Tante ke dalam. Pas Aku lihat di depan TV, gak taunya Tante lagi tidur nggeletakan. Kasian, ngantuk dia. Dalam hati Aku bersorak, horee!! Biar Tante tidurnya enak, Aku selimutin aja pakai selimut dari kamar Aku. Beress.

Buru-buru Aku kembali ke ruang tamu. Dimas lagi duduk-duduk nyender sambil memejamkan mata. Tangannya bergerak-gerak di bawah bantal yang tadi Aku taruh di pangkuannya.
"Hayo Dimas, lagi ngapain? ini kan kerjaannya Aku" kataku sambil mengambil alih "pekerjaan" tadi.
Kamipun kembali ke posisi tadi. Kocokan tangan Aku di "batang"nya Dimas makin intens, seirama dengan desahan napas Dimas yang makin memburu. Kecupan dan jilatan Dimas di payudara Aku juga makin bikin Aku blingsatan, bikin Aku keenakan. Ohh Dimas.. Aduuh, lama-lama pegel juga ya? Kayaknya Aku perlu tambah "verbal stimulation" nih ke Dimas.
"Dimas.. ayo dong. Udah mau keluar kan? Please.. ayo Dimas, do it for me. Squirt for me," bisik Aku di telinganya.
Hisapan Dimas di puting Aku makin keras. Aduuh sakit. Pelan-pelan dong Dimas. Tapi gpp deh. Sakit tapi enak, hehehe.
"Tan..Dimas udah hampir nih," desah Dimas.
Well, this is the moment of truth buat Aku. Now or never! Cepat-cepat Aku ambil gelas berisi Coca Cola di meja, Aku minum seteguk (tapi nggak ditelan). Aku singkap bantal yang ada di pangkuan Dimas. Lalu.. Aku masukkan "kepala"nya ke mulut Aku, sambil Aku kerjain terus "batang"nya. Dimas terbelalak. Kaget dia. Aku sambil tetap mempertahankan tangan dan mulut Aku di "batang"nya Dimas, Aku melirik ke arah wajah Dimas, hehehe. Merem-melek dia, menikmati "kerjaan"nya Aku.
"Aku.. I love youu!!" Dimas teriak ketahan
Aku merasakan "punya"nya Dimas menegang, dan kayak ada sentakan-sentakan keras beberapa kali. Aku bergidik juga sih, ini kan pertama kali Aku masukkin "punya"nya Dimas ke mulut Aku. first blow job. Terus keluar di dalem lagi. Makanya Aku akalin pakai Coca Cola, biar gak jijik.

Aku berasa kayak ada "cairan" lain yang nambah masuk ke mulut Aku. Ini pasti spermanya Dimas. Aku terus ngurut-ngurut "punya"nya Dimas sampai Dimas kayaknya udah gak terlalu tegang lagi, dan dia menarik napas legaa..banget. Pelan-pelan Aku bangkit. "Punya"nya Dimas udah kecil lagi. Aku ambil botol Coca Cola, Aku tuang lagi ke gelas yang tadi, terus GLEK, Aku telen semua. Baik Coca Colanya maupun "hasil kerja"nya Aku dan Dimas. Sambil minum, Aku bersihin "punya"nya Dimas pakai ujung daster. Yeech, belepotan deh. Tapi gpp deh demi Dimas. Dimas kelihatannya masih capek banget. Aku rangkul dia, terus Aku bisikin..
"Gimana Dimas, enak gak surprisenya Aku?"
Dimas tersenyum dan ngekiss Aku, lembuut banget. Terus dia berbisik
"Tan, I love you. Makasih ya. Kamu udah bikin Mas happy banget!"

Aku juga happy banget. Sambil tiduran di dadanya Dimas, Aku masukkin lagi "punya"nya Dimas dan Aku kancingin lagi retsletingnya. Selama beberapa saat, kami berdua nggak bicara apa-apa, cuma saling rangkulan aja. Dimas ngebelai-belai rambut Aku sambil sekali-sekali ngekiss Aku. Tapi kita bener-bener cuma saling menikmati sentuhan aja. Aku bener-bener menikmati saat-saat kebersamaan kayak begini. Aduh Dimas, mudah-mudahan kita bisa terus sampai nikah ya, karena Aku ingin sekali bisa begini terus sama Dimas, selamanya deh.

Beberapa jam kemudian, Dimas pamit pulang, soalnya dia ada kerjaan lagi besok. Kami pelukan lama banget di gerbang, terus Dimas berlalu. Aku masuk lagi, terus ngecheck Tante. Ternyata Tante masih tidur di depan TV. Aduh, lega deh! Coba kalau misalnya Tante tadi terbangun, kan berabe. Ya udah, beginilah cerita Aku. Sejak kejadian ini, Aku masih suka curi-curi kesempatan lagi buat ber blow job ria kalau lagi sama Dimas. Para pembaca cewek, ada yang punya pengalaman serupa gak? Curi-curi kesempatan pas di rumah lagi ada keluarga? Kalau ada, bagi-bagi pengalamannya dong.